Perjanjian Sewa Rumah
Perjanjian Sewa Rumah??? Bila Anda kini ingin menyewa hunian dari pihak lain, tentu tak seperti membeli kacang rebus dari sang penjaja bergerobak yang barang seketika berpindah saat uang diserahkan. Maklum, perihal penyewaan rumah, tentu sebaiknya ada perjanjian penyewaan yang perlu diatur secara jelas.
Itu agar saat terjadi perselisihan di kemudian hari—ini tentu hal yang tidak diinginkan—penyelesaian bisa lebih cepat ditemui.
Nah, hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam membuat perjanjian penyewaan tersebut? Di sebuah situs internet, Mahawisni Tridaya Alam, S.H., seorang pengacara, menjabarkan beberapa hal tentang perjanjian penyewaan tersebut.
Marilah kita simak bersama.
1. Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, dalam ketentuan waktu dan harga tertentu.
2. Bagaimana aturannya untuk perjanjian sewa-menyewa rumah? Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya (Pasal 1548 KUH Perdata).
3. Perjanjian sewa-menyewa dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Perjanjian ini akan mengikat serta sah pada detik tercapainya kesepakatan mengenai unsur-unsur pokoknya yaitu barang dan harga.
Perjanjian sewa menyewa yang dilakukan secara tertulis masa sewanya berakhir secara otomatis apabila waktu yang telah ditentukan telah habis tanpa diperlukan pemberitahuan pemberhentian terhadapnya (Pasal 1570 KUH Perdata).
Dan bila perjanjian sewa-menyewa dilakukan secara lisan maka perjanjian berakhir pada saat pihak yang menyewakan memberitahu kepada pihak penyewa bahwa si pemberi sewa akan menghentikan sewanya.
Pemberitahuan dalam perjanjian ini sangat penting dikarenakan terkait dengan jangka waktu, karena jika tidak ada sebuah pemberitahuan maka sewa tersebut dianggap telah diperpanjang (Pasal 1571 KUH Perdata).
4. Perjanjian sewa-menyewa yakni merupakan perjanjian yang sederhana, dapat dibuat sendiri (akta bawah tangan) atau dibuat di hadapan notaril (akta notariil).
Adapun klausula penting yang harus ada dalam perjanjian ini adalah sebagai berikut:
a. Subjek perjanjian atau para pihak, yaitu si penyewa dan pihak yang menyewakan;
b. Objek yang diperjanjikan, yaitu rumah yang disewakan dengan penjelasan detail mengenai letak, luas, barang serta fasilitas yang ada dalam rumah tersebut;
c. Jangka waktu sewa-menyewa, yaitu waktu dimulainya sewa dan kapan sewa menyewa berakhir, apakah dapat diperpanjang secara otomatis atau harus terdapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak yang menyewakan;
d. Harga sewa serta cara pembayaran sewa tersebut;
e. Tanggung jawab atas fasilitas yang ada, seperti pembayaran listrik, air, telepon, ataupun bilamana terjadi kerusakan dan perbaikan pada rumah yang ditempati selama masa sewa;
f. Larangan kepada pihak penyewa untuk menyewakan kembali bangunan yang disewa kepada pihak ketiga tanpa ijin atau persetujuan dari pihak yang menyewakan serta larangan untuk mengubah bentuk bangunan tanpa ijin tertulis dari pemilik asli;
g. Syarat-syarat yang membatalkan perjanjian seperti jika terjadi keadaan kahar (force majeur) seperti gempa, banjir, perang dan sebagainya; dan
h. Ketentuan terhadap mekanisme penyelesaian bilamana terjadi perselisihan, ada yang menggunakan mekanisme musyawarah untuk mufakat atau dengan menunjuk pengadilan negeri dimana objek sewa berada.
Itu agar saat terjadi perselisihan di kemudian hari—ini tentu hal yang tidak diinginkan—penyelesaian bisa lebih cepat ditemui.
Nah, hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam membuat perjanjian penyewaan tersebut? Di sebuah situs internet, Mahawisni Tridaya Alam, S.H., seorang pengacara, menjabarkan beberapa hal tentang perjanjian penyewaan tersebut.
Marilah kita simak bersama.
1. Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, dalam ketentuan waktu dan harga tertentu.
2. Bagaimana aturannya untuk perjanjian sewa-menyewa rumah? Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya (Pasal 1548 KUH Perdata).
3. Perjanjian sewa-menyewa dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Perjanjian ini akan mengikat serta sah pada detik tercapainya kesepakatan mengenai unsur-unsur pokoknya yaitu barang dan harga.
Perjanjian sewa menyewa yang dilakukan secara tertulis masa sewanya berakhir secara otomatis apabila waktu yang telah ditentukan telah habis tanpa diperlukan pemberitahuan pemberhentian terhadapnya (Pasal 1570 KUH Perdata).
Dan bila perjanjian sewa-menyewa dilakukan secara lisan maka perjanjian berakhir pada saat pihak yang menyewakan memberitahu kepada pihak penyewa bahwa si pemberi sewa akan menghentikan sewanya.
Pemberitahuan dalam perjanjian ini sangat penting dikarenakan terkait dengan jangka waktu, karena jika tidak ada sebuah pemberitahuan maka sewa tersebut dianggap telah diperpanjang (Pasal 1571 KUH Perdata).
4. Perjanjian sewa-menyewa yakni merupakan perjanjian yang sederhana, dapat dibuat sendiri (akta bawah tangan) atau dibuat di hadapan notaril (akta notariil).
Adapun klausula penting yang harus ada dalam perjanjian ini adalah sebagai berikut:
a. Subjek perjanjian atau para pihak, yaitu si penyewa dan pihak yang menyewakan;
b. Objek yang diperjanjikan, yaitu rumah yang disewakan dengan penjelasan detail mengenai letak, luas, barang serta fasilitas yang ada dalam rumah tersebut;
c. Jangka waktu sewa-menyewa, yaitu waktu dimulainya sewa dan kapan sewa menyewa berakhir, apakah dapat diperpanjang secara otomatis atau harus terdapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak yang menyewakan;
d. Harga sewa serta cara pembayaran sewa tersebut;
e. Tanggung jawab atas fasilitas yang ada, seperti pembayaran listrik, air, telepon, ataupun bilamana terjadi kerusakan dan perbaikan pada rumah yang ditempati selama masa sewa;
f. Larangan kepada pihak penyewa untuk menyewakan kembali bangunan yang disewa kepada pihak ketiga tanpa ijin atau persetujuan dari pihak yang menyewakan serta larangan untuk mengubah bentuk bangunan tanpa ijin tertulis dari pemilik asli;
g. Syarat-syarat yang membatalkan perjanjian seperti jika terjadi keadaan kahar (force majeur) seperti gempa, banjir, perang dan sebagainya; dan
h. Ketentuan terhadap mekanisme penyelesaian bilamana terjadi perselisihan, ada yang menggunakan mekanisme musyawarah untuk mufakat atau dengan menunjuk pengadilan negeri dimana objek sewa berada.